“Digitalisasi Pertambangan” Siapkah Pengusaha Tambang di Indonesia Menerapkannya ?
Kamis, 04 Juli 2019
“Digitalisasi Pertambangan” Siapkah Pengusaha Tambang di Indonesia Menerapkannya ?
Pertambangan telah dikenal sejak lama mulai dari penambangan batu pada zaman Mesir Kuno dan Yunani. Sejak era industri,kebutuhan manusia terhadap bahan tambang seperti penggunaanya pada mobil ponsel, jam tangan, perhiasan, dan produk-produk lainnya meningkat seiring dengan peningkatan populasi manusia di dunia. Dengan demikian, pada industri pertambangan diperlukan teknologi untuk memenuhi tuntutan era revolusi 4.0 yang berbasis digital.
Melalui halal bihalal Perhapi (Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia) yang diadakan pada hari Rabu, 26 Juni 2019 di Ubud Ballroom Hotel Putri Denpasar, Kuningan, Jakarta Selatan, Ir. Irwandi Arif, Founder dan CEO Indonesian Mining Institute, menjadi pemateri dalam acara tersebut. Irwandi menyampaikan transformasi digital pertambangan sangat diperlukan karena manusia di Indonesia sangat adaptable dan industri pertambangan tertinggal jauh dibandingan dengan negara-negara maju yang telah menerapkan teknologi canggih.
Dalam dunia pertambangan, teknologi digital sangat diperlukan misalnya dalam hal pembuatan data eksplorasi yang menghasilkan model cadangan tiga dimensi, perencanaan tambang, peledakan, pengolahan, hingga ke proses pemasaran. Dengan demikian, penggunaan bahasa pemprograman di bidang pertambangan harus dikuasai.
Dalam menerapkan teknologi digital harus diiringi dengan kemampuan karyawan untuk melek teknologi. Permasalahan di Indonesia saat ini, banyak lulusan di bidang pertambangan yang belum menguasai software yang dibutuhkan dalam industri pertambangan. Oleh sebab itu, penyiapan calon karyawan sangat diperlukan sejak dini. Terutama penyiapan mahasiswa di bangku kuliah untuk menguasai bahasa pemprograman di bidang pertambangan.
Bahasa pemprograman bidang pertambangan di Indonesia perlu dikuasai sebelum lulus kuliah. Hampir 60 perguruan tinggi di Indonesia memiliki jurusan Teknik Pertambangan yang nantinya akan bersaing untuk mendapatkan pekerjaan. Indonesia tidak harus tergantung dari negara lain, karena tidak semua teknologi yang diterapkan di negara lain dapat diterapkan di Indonesia, ungkap Irwandi.
Teknologi digitalisasi akan menggilas perusahaan yang enggan berbenah mengikuti perkembangan zaman. Untuk bisa bertahan di era digital, perusahaan harus mampu menghadapi arus perubahan melalui strategi khusus yaitu strategi bisnis, target pertumbuhan, dan rencana investasi yang tentunya melibatkan teknologi. “Sudah ada 2 perusahaan pertambangan yang masuk era digital yaitu PAMA dan BUMA yang mengaitkan dengan efisiensi“, tutur Irwandi. Keberadaan teknologi digital ini juga harus dihubungkan dengan sustaibility agar industri pertambangan mampu memberikan dampak yang positif dalam bidang sosial, ekonomi, pendidikan, dan lingkungan bagi masyarakat di sekitar tambang.
Irwandi juga menambahkan, solusinya dari masalah digitalisasi industri pertambangan di Indonesia yaitu memperbaiki skala dan kualitas dalam pendidikan terutama dalam bidang programming. Perhapi juga minta ikut terlibat dalam assesment digitalisasi industri pertambangan pada revolusi industri 4.0 yang mengintegrasikan konsultan, IT, dan service dibidang industri dapat terlaksana dengan baik.
sc: duniatambang